Sampah tidak hanya menjadi persoalan bagi warga masyarakat di kota besar, namun sampah juga menjadi persoalan bagi desa dengan jumlah warga yang banyak. Produksi sampah rumah tangga yang tinggi akan menjadi masalah besar apabila tidak mendapat penanganan yang benar. Pencemaran yang diakibatkan oleh sampah akan mengganggu lingkungan dan kesehatan warga.

Banyak jenis pengelolaan sampah yang bisa dilakukan untuk mengurangi jumlah sampah di sekitar kita, salah satunya dengan metode bank sampah. Bank sampah merupakan metode pengumpulan sampah dengan sistem menabung sampah. Bank sampah telah diterapkan di Desa Trirejo, Kecamatan Loano, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah.

Awal mula terbentuknya bank sampah di Desa Trirejodiprakarsai oleh pemuda karang taruna desa setempat yang melakukan kegiatan sedekah sampah. Lambat laun kegiatan sedekah sampah berkembang menjadi bank sampah pada tahun 2014 dan memiliki nama Bank Sampah Tri GuyupRukun.

Tujuan didirikannya Bank Sampah Tri Guyup Rukun ini untuk mengedukasi dan membina masyarakat agar hidup lebih sehat. Mendorong masyarakat untuk mengumpulkan dan memilah sampah demi kebersihan lingkungan sekitar. Selain itu, keberadaan Bank Sampah Tri Guyup Rukun dapat menciptakan lapangan pekerjaan bagi warga sekitar.

Terdapat perubahan sikap masyarakat setelah adanya Bank Sampah Tri Guyup Rukun ini. Awalnya masyarakat cenderung menyepelekan sampah terutama sampah anorganik yang dibakar dan dibuang sembarangan di pekarangan rumah warga. Namun setelah ada bank sampah, masyarakat menjadi lebih peduli terhadap sampah, bahkan saat ada sampah tercecer di jalanan masyarakat tidak sungkan untuk mengambil dan membuangnya di tempat sampah.

Bank Sampah Tri Guyup Rukun memiliki Standar Operasional Prosedur pengelolaan sampah yang tertata rapi. Mulai dari pengumpulan sampah di Bank Sampah Unit yang membawahi sekolah seperti SMP N 4 Purworejo, SMP N 2 Purworejo, SMP N 19 Purworejo, MTS N Loano, selain dari sekolah ada juga dari instansi seperti PDAM, PT Brantas (Bendungan), selanjutnya setelah dari pihak instansi ada dari pihak lingkup desa yang meliputi RT dan RW di Desa Trirejo. Selanjutnya sampah masuk ke Bank Sampah Induk untuk dipilah guna memisahkan antara sampah yang harus didaur ulang dan dipacking. Setelah proses packing, sampah akan dijual ke lapak besar atau pabrik. Produk kardus dan pet dijual ke lapak besar lokal yang ada di daerah Bayan dan Banyuurip.

Banyuurip selain menjadi tempat pengumpulan sampah, juga dapat menjadi tempat pembuatan produk. Produk yang dihasilkan ialah pupuk organik, akan tetapi hasil produksi tersebut tidak bertahan lama karena minimnya biaya operasional dan tidak ada dukungan dari dinas lingkungan hidup. Maka dari itu bank sampah trirejo lebih fokus untuk tempat pengumpulan sampah.

Daerah Banyuurip menjadi tempat penampungan sementara di kota Purworejo sebelum akhirnya akan diuraikan di pabrik. Pemilahan sampah di daerah banyuurip ialah sampah organik dan anorganik. Namun, kini bank sampa Tri Guyub Rukun condong pada sampah berjenis botol, seperti botol air mineral yang bening, botol kemasan susu, botol berwarna ( sprite dan mizone ).   Harga disetiap jenis botolnya pun berbeda untuk botol kategori bening memiliki tarif Rp. 5000,- /kg dari muatan botol yang sudag dipres seberat 70 kg dengan keadaan botol bersih. Pemilihan botol juga membutuhkan kejelian dalam pemilahannya, warna dan juga kebersihannya sangat mempengaruhi harga jual.

Menurut Pak Iwan selaku pengelola bank sampah Tri Guyup Rukun di Desa Trirejo, kendala yang dirasakan selama mengelola bank sampah tersebut yaitu sarana dan prasarana transportasi yang kurang memadai, sumber daya manusia yang kurang memumpuni, waktu luang pengelola, dan biaya untuk operasional. Pengelola memaksimalkan segala prasarana yang ada untuk mengelola bank sampah.

Dampak positif yang dirasakan oleh Pak Iwan selama menjadi pengelola bank sampah yaitu beliau menjadi mahkluk sosial yang lebih peduli terhadap lingkungan sekitarnya, dapat membantu beberapa pihak untuk mengedukasi pentingnya menjaga lingkungan dan mengelola bank sampah. Di samping itu ada juga dampak negatifnya antara lain minimnya sumber daya manusia, pengelola yang terdiri dari pemuda yang kini menjadi hanya beberapa orang dewasa. Hal ini terjadi karena pemuda yang dulu sangat aktif di bank sampah kini menjadi terbatas adanya aktfitas sekolah, kuliah, dan juga pekerjaan yang lain.

Pihak Pengelola bank sampah berharap, bank sampah semakin maju baik dari segi sumber daya manusia, sarana prasarana yang menunjang, dukungan dari pihak dinas lingkungan hidup serta semakin banyak sampah yang diolah. Pengelola juga berharap aksi Desa Trirejo dapat menjadi contoh untuk desa lain dalam pengelolaan limbah sampah. Kini Trirejo adalah sebuah desa yang terkenal akan Bank sampah Tri Guyub Rukun dan salah satu pengelolanya menjadi narasumber penggerak bank sampah di beberapa wilayah Purworejo. \

Sebagai literatur yang cerdas, maka perlu kalian simpati akan lingkungan sekitar dengan tidak menyepelekan sampah,dan ikut berpastisipasi dalam mengaktifan bank sampah yang sudah terbuka di seluruh wilayah indonesia.

Artikel ini disusun oleh kelompok 4,

1. Betti Dwi Wardaningsih
2. Sufi Cahyo Wulandari
3. Agustina Sri Wulandari
4. Syarifah Muthohharoh
5. Erika Wulandari
6. Aziah Ayuningwulan

Mahasiswa progam studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas Muhammadiyah Purworejo. Pada tanggal 12 October 2022