sieradmu.com Klaten — Menyambut tahun baru Islam tidak serta-merta dianggap bid’ah, menurut Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Tengah Muh.Tafsir, hal ini sebagai sarana dakwah di masyarakat dan syiar Islam.

Hal itu disampaikan Tafsir di acara Pengajian Menyambut Tahun baru Hijriyah 1445 H yang diadakan Dewan Masjid Indonesia ( DMI ) Kabupaten Klaten dan Pemerintah Kabupaten Klaten, Selasa (18/7/2023 ) di Masjid Agung Al-Aqsha Klaten

Menurutnya, warga Masyarakat tidak boleh latah ikut-ikutan, sebab dalam menjalani hidup misalnya dalam urusan akhlak sudah ada pedomannya yaitu Pedoman Hidup Islami.

“Akhlak sangat menentukan pola hubungan dan tingkah laku karena akhlak itu luar biasa ksrena itu merupakan himpunan dari khittah-khittah perjuangan ,” ucapnya.

Muh. Tafsir berharap melalui kajian-kajian yang diadakan oleh ormas-ormas Islam termasuk yang diadakan sayap-sayap organisasi dan lembaga yang ada bisa membangun kebersamaan.

“Kajian-kajian kita ini semoga bisa memperkuat kohesi sosial, dan kohesi ukhuwah kita”. katanya.

Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jawa Tengah ini dalam penyampaiannya mengatakan bahwa budaya merupakan sarana dan sebagai media dakwah di masyarakat untuk syiar Islam.

“Termasuk budaya menyambut Tahun Baru Islam merupakan sarana dan media dakwah serta syiar Islam ” katanya.

Tafsir menuturkan, bahwa dalam Islam terdapat dua jenis hari besar, yaitu hari besar secara syariah dan hari besar secara budaya. Terdapat tiga hari besar secara syariah, yaitu hari idul fitri, idul adha, dan hari jumat.

“Sementara hari besar secara budaya itu ada PHBI Peringatan Hari Besar Islam, 1 Muharram, 12 Rabiul Awal, 27 Rajab, kemudian 17 Ramadan. Tahun baru hijriah, maulid nabi, kemudian isra’ mi’raj, dan nuzulul qur’an itu sebagai hari besar secara budaya,’ ungkapnya.

Pada kesempatan ini Tafsir juga menjelaskan tentang perbedaan antara keduanya, untuk hari besar secara syariah yang mesti harus diperingati. Sementara untuk hari besar budaya tidak ada ritual tertentu dalam memperingatinya.

“Adanya tentu sebagai sarana dan media dakwah, setau saya sah ber PHBI sebagai media dan sarana dakwah atau sebagai alat untuk dakwah”. tuturnya.

Menurutnya, mendakwahkan syariah tanpa dukungan budaya tidak lancar. Hemat Tafsir, dakwah membutuhkan empat dukungan meliputi sumber daya manusia, politik atau kekuasaan, ekonomi, dan yang terakhir membutuhkan dukungan kultur atau budaya.( *Moch.Isnaeni* )