Oleh : Bambang Sabarno, S.IP (Ketua FKBPD Kalikotes)
Maraknya toko modern berjejaring tidak hanya di kota, tapi sudah merengsek ke pelosok desa. Akibatnya warung milik rakyat di desa harus bersaing dengan toko yang lebih komplit, bersih, dan modern. Tentu dengan modal yang kuat. Sementara warung yang ada di desa masih sangat konvensional dengan dagangan seadanya karena modal yang terbatas. Pengelolaanya pun ala kadarnya.
Ditengah persaingan yang sengit, mampukah penggerak ekonomi rakyat di desa bersaing dengan pelaku ekonomi bermodal besar? Dan bagaiìmana pemerintah sebagai pengambil kebijakan (decision maker) menyikapi hal itu.
Pergeseran Trend Pasar
Dulu pasar tradisional mendapat pesaing pasar swalayan atau mall yang komplit, bersih, dan pelayanan prima. Disamping belanja kebutuhan pokok sehari-hari, pengunjung sekalian “rekreasi” dengan menikmati fasilitas yang lain. Namun seiring dengan perubahan jaman, gaya hidup (life style) juga berubah. Demikian juga dengan gaya belanja masyarakat mulai berubah. Orang cenderung belanja yang dekat, komplit; dan tentu lebih hemat dan praktis. Datang, bawa barang, pulang. Simpel. Ada peluang pasar. Ini ditangkap oleh pelaku usaha, misalnya didirikannya Alfamart dan Indomaret. Dan ternyata bidikannya tepat dan sukses. Tentu sebelumnya telah survey tentang perilaku orang dan pangsa pasar (market share).
Karena berhasil inilah maka penetrasi pasar tidak hanya di kota tapi merengsek ke desa. Dan ternyata disambut masyarakat. Meski harga barang sedikit mahal, belanja di toko modern lebih punya gengsi dan gaya hidup modern. Apalagi bagi anak baru gede.
Dampak negatifnya warung-warung yang ada di desa menjadi sepi. Otomatis pendapatannya menyusut karena pangsa pasarnya mulai tergerus.
Perlu Pemihakan dan Pendampingan
Warung-warung yang ada di desa adalah penggerak ekonomi desa karena disinilah uang berputar. Dalam banyak hal, terutama disektor usaha, rakyat dibiarkan bertempur sendirian dengan pemodal besar. Dalam waktu tertentu masih bisa bertahan. Meski dengan tertatih-tatih karena banyak keterbatasan. Namun dalam jangka panjang akan sangat mematikan.
Kebijakan tentang pendirian toko berjejaring dirasa belum melindungi usaha rakyat. Bukan berarti melarang hadirnya toko modern, namun harus ada regulasi peraturan yang jelas agar usaha rakyat/ UMKM bisa tetap hidup dan berkembang. Misalnya harus berdiri dimana dan ada pembatasan jumlah/ kuota. Pemerintah harus tanggap. Tidak hanya dilihat dari pendapatan yang masuk kas daerah.
Ditingkat pemerintah desa, kepala desa harus bijak mengambil sikap. Ketika dirasa merugikan masyarakat bisa ditolak. Tentu harus koordimasi dengan warga atau RT/RW setempat.
Masyarakatpun harus diberi pelatihan tentang pengelolaan usaha yang profesional dan modern. Karena pasar cepat sekali berubah dan pesaing baru terus bermunculan. Ini harus diantisipasi kalau tidak ingin usaha mati.(*)