Peneliti adalah Widi Prastiwi ( Guru TK Pembina Cawas)

Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 pasal 1 menyatakan Pendidikan Anak Usia Dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut. Pendidikan Anak Usia Dini terdiri dari jalur formal dan nonformal. Jalur formal terdiri dari Taman Kanak-kanak dan Raudhatul Athfal, jalur non formal terdiri dari Taman Penitipan Anak, Kelompok Bermain, dan Satuan Paud Sejenis.

Menurut (Santrock, 2010) menyatakan perkembangan anak usia dini mencakup aspek perkembangan fisik, kognitif, sosial-emosional, konteks sosial, moral, bahasa, identitas diri, dan gender. Johnston dan Halocha menyatakan perkembangan anak usia dini mencakup perkembangan sosial, emosional, fisik, spasial, kognitif, dan bahasa. Perkembangan kognitif menjadi salah satu aspek kemampuan dasar yang dikembangkan dalam pembelajaran di PAUD. Kognitif sering disamakan dengan intelektual karena prosesnya banyak berhubungan dengan berbagai konsep yang telah dimiliki anak dan berkenaan dengan kemampuan berpikirnya dalam memecahkan suatu masalah. Para psikolog kognitif berkeyakinan bahwa pengetahuan yang dimiliki sebelumnya sangat menentukan keberhasilan mempelajari informasi/pengetahuan baru. Faktor kognitif mempunyai peranan yang sangat penting bagi keberhasilan anak dalam belajar, karena sebagian besar aktivitas belajar selalu berhubungan dengan mengingat dan berpikir. Di dalam teori kognitif menurut Piaget (dalam Sujiono.dkk:2011 , memandang anak sebagai partisipan aktif di dalam proses perkembangan. Beliau meyakini bahwa anak harus dipandang seperti seorang ilmuwan yang sedang mencari jawaban, dalam upaya melakukan eksperimen terhadap dunia untuk melihat apa yang terjadi.

Didalam Standar Nasional Pendidikan Anak Usia Dini pada Standar Tingkat Pencapaian Perkembangan Anak (STPPA) kelompok usia 5-6 tahun dalam lingkup perkembangan kognitif anak TK kelompok B dalam lingkup berpikir simbolik yaitu : (1)menyebutkan lambang bilangan 1-20, (2) menggunakan lambang bilangan untuk menghitung, (3)mencocokkan bilangan dengan lambang bilangan, (3)mencocokkan bilangan dengan lambang bilangan.

Kognitif merupakan sarana yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Karena kognitif adalah suatu proses berfikir individu dalam memecahkan suatu masalah secara cepat dan tepat, melatih anak untuk berfikir dengan cara-cara yang logis dan sistematis melalui pemahaman dan komunikasi tentang angka, bilangan dan lambang bilangan.(Oktriyani, 2017) Salah satu aspek untuk merangsang kemampuan kognitif anak adalah berhitung. Berhitung anak usia dini merupakan kemampaun dasar pengembangan kemampuan matematika yang harus dikembangkan sejak dini. (Oktriyani, 2017) Kemampuan berhitung anak yang harus dikembangkan diantaranya membilang atau menyebut urutan bilangan 1-10 , membilang (mengenal konsep bilangan dengan benda-benda) sampai 20, menunjuk lambang bilangan 1-10, membuat urutan bilangan 1-20 dengan benda-benda, meniru lambang bilangan 1-10, menghubungkan atau memasangkan lambang bilangan dengan benda-benda sampai 20 dan mencocokkan bilangan dengan lambang bilangan yang bisa dilakukan dalam bentuk permainan-permainan yang menarik minat anak dalam belajar. (Oktriyani,2017).

Adapun permasalahan di lapangan meunjukkan bahwa di TK Pembina Kecamatan Cawas khususnya kelompok B, kemampuan berhitung anak tidak sesuai dengan apa yang diharapkan oleh guru dan tidak sesuai dengan STPPA kelompok usia 5-6 tahun yaitu anak dapat berhitung 1-20. Sehingga guru harus mencari jalan agar anak bisa menyebutkan urutan bilangan dan menghitung benda sesuai lambang bilangannya serta dapat menuliskan bilangannya sesuai apa yang diharapkan. Hal ini terlihat pada saat anak diperintah menunjukkan bilangan anak merasa kesulitan. Jika hal ini dibiarkan terus menerus maka kemampuan anak dalam berhitung tidak optimal. Padahal kemampuan berhitung adalah dasar utama untuk masuk kejenjang berikutnya supaya bisa menguasai kemampuan bidang lainnya.

Berdasarkan pengalaman saat melihat hasil kemampuan berhitung anak di kelas, khususnya di kelompok B TK Pembina Kecamatan Cawas anak mengalami kesulitan dalam pembelajaran berhitung disebabkan oleh beberapa alasan, antara lain: pertama, anak kurang tertarik dengan media yang dipakai. Kedua, guru hanya monoton menggunakan lembar kerja anak dan kerikil saja dalam mengajarkan berhitung. Ketiga, kemampuan menghitung anak masih rendah sekitar 58% anak kemampuannya mulai berkembang yaitu sebanyak 7 anak, dan yang berkembang sesuai harapan (BSH) baru 5 anak. Diperlukan dilakukan upaya yang tidak mudah bagi guru dalam meningkatkan kemampuan berhitung.

Dari hasil kajian terhadap beberapa penelitian terdahulu ditemukan temuan bahwa kemampuan berhitung anak dapat ditingkatkan dengan strategi, teknik, metode dan media pembelajaran yang tepat, diantaranya adalah media loose parts (Mubarokah,2021), permainan lingkaran angka (Oktriyani,2017), media loose parts (Witri,2020), media loose parts (Witri,dkk, 2020), media loose parts (Febrialismanto,2020), media loose parts (Lestari,2020), media balok angka (novita,2017), media corong (karuniawati,2020), dan media kartu angka (Fitriyono,2014). Dari penelitian-penelitian diatas diketahui bahwa media pembelajaran merupakan solusi yang paling banyak digunakan dalam meningkatkan kemampuan berhitung anak. Oleh karena itu untuk meningkatkan perguasaan berhitung anak, peneliti menggunakan media loose parts sebagai tindakan kelas yang dilakukan di kelompok B TK Pembina Kecamatan Cawas Kabupaten Klaten.

Pertimbangan menggunakan medial loose parts karena semua anak senang bermain, kapan saja, dimana saja dan dalam kondisi apa saja serta dengan benda-benda apa saja seperti bahan dari alam, daur ulang ataupun buatan pabrik. Menurut Siantajani (2020) alasan menggunakan media loose parts adalah kaya dengan nutrisi sensorimotor, dapat digunakan sesuai pilihan anak, dapat diadaptasi dan dimanipulasi dalam banyak cara, mendorong kreatifitas, dan imajinasi, mengembangkan lebih banyak keterampilan dan kompetensi dibandingkan mainan jadi buatan pabrik, dapat digunakan dengan cara-cara yang berbeda sesuai ide anak, dapat dikombinasikan dengan bahan lain untuk mendukung imajinasi anak, mendorong pembelajaran terbuka, anak lebih memilih media loose parts dibandingkan mainan modern.

Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, identifikasi masalahnya adalah sebagai berikut, Tingkat pencapaian perkembangan anak usia 5-6 tahun seharusnya anak sudah mampu menghitung benda 1-20, namun hasil belajar anak masih belum mencapai standar tingkat pencapaian perkembangan tersebut.

Guru sebaiknya mengajarkan matematika pada anak usia dini dengan menggunakan media loose parts, tidak hanya monoton menggunakan lembar kerja anak dan media looose parts belum banyak digunakan secara optimal di TK Pembina Kecamatan Cawas.

Kemampuan menghitung bagi anak usia 5-6 tahun seharusnya sudah sampai pada angka 20, namun masih ada 58 % kemampuan menghitung anak baru mencapai mulai berkembang.

Batasan Masalah

Pembatasan masalah dalam penelitian ini adalah pada permasalahan bagaimana guru meningkatkan kemampuan berhitung 1-20 dengan media loose parts yaitu bahan alam, plastik, logam, bekas kemasan, kayu/bambu, kaca dan keramik, benang dan kain.

Perumusan Masalah

Berdasarkan identifkasi dan pembatasan masalah, maka rumusan masalah penelitian ini adalah “Bagaimana meningkatkan kemampuan berhitung anak dengan media loose parts pada anak kelompok B di TK Pembina Kecamatan Cawas?”

Tujuan Penelitian

Berdasarkan hasil rumusan masalah, tujuan yang ingin dicapai dari penelitian tindakan kelas (PTK) adalah untuk mengetahui media loose parts dapat meningkatkan kemampuan berhitung pada anak.

Manfaat Penelitian

Sesuai dengan tujuaan penelitian maka manfaat yang diharapkan adalah Manfaat teoritis, Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan informasi-informasi kepada pihak-pihak yang membutuhkan, terkait tentang perkembangan berhitung pada anak usia 5-6 tahun. Manfaat Praktis, Bagi anak dapat Meningkatkan ketertarikan belajar anak dalam berhitung dengan media Loose part. Meningkatkan kemampuan berhitung anak dengan media Loose parts.

Bagi guru dapat, Membantu guru memperbaiki pembelajaran, Memberikan solusi bahan main yang bisa diberikan kepada anak dengan bahan main yang variatif, Menambah wawasan pengalaman guru dalam membuat kegiatan main sesuai standar tingkat pencapaian perkembangan anak usia dini. Membantu guru berkembang secara professional, Memungkinkan guru secara aktif mengembangkan pengetahuan dan ketrampilan. Bagi lembaga, Hasil penelitian ini bisa dijadikan referensi untuk meningkatkan kualitas pembelajaran/mutu di lembaga dan Bagi penulis Menambah pengalaman menulis dalam menyusun karya ilmiah dengan tata bahasa yang benar.

Penelitian yang relevan

Penelitian dengan judul “Peningkatan Kemampuan Berhitung dan Mengenal Konsep Bilangan Melalui Media Loose Parts Pada Anak Kelompok A di Di RA Bina Amanah Kota batu”. Pada penelitian ini hasil menunjukkan kemampuan berhitung dan mengenal konsep bilangan pada tahap pra siklus 33,33%, Siklus I mencapai 54,17%, dan Siklus ke II mencapai 91,67%. Media penelitian dalam penelitian ini sama dengan media yang digunakan oleh peneliti yaitu media loose parts. Kemampuan yang ditingkatkan sama yaitu kemampuan berhitung dengan menggunakan media loose parts.
Penelitian dengan judul “Upaya Meningkatkan Kemampuan Berhitung Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Struktural Permainan Ular Tangga TK Marta’Ush Shibyan Singo Candi Kudus”. Pada Penelitian ini hasil menunjukkan peningkatan kemampuan berhitung anak telah mencapai indikator keberhasilan pada siklus I mencapai 53 %, dan siklus II mencapai 82 %. Kemampuan yang ingin ditingkatkan dalam penelitian tersebut sama yaitu kemampuan berhitung. Hanya saja untuk media pembelajarannya berbeda yaitu dengan metode permainan yaitu permainan ular tangga.

KAJIAN TEORI
Kognitif
Pengertian kognitif

Menurut Witherington (dalam Sujiono,dkk 2011:16) menyatakan bahwa kognitif adalah pikiran, kognitif (kecerdasan pikiran) melalui pikiran dapat digunakan dengan cepat dan tepat dalam mengatasi suatu situasi untuk memecahkan masalah. Sedangkan perkembangan kognitif adalah perkembangan pikiran. Pikiran adalah bagian dari proses berpikir dari otak.

Hal serupa juga disampaikan Woolfolk (dalam Sujiono,dkk 2011:21) kognitif merupakan satu atau beberapa kemampuan untuk memperoleh dan menggunakan pengetahuan dalam rangka memecahkan masalah dan beradaptasi dengan lingkungan.
Menurut Burner (dalam Sujiono,dkk 2011:20) teori kognitif yaitu bahwa pada hematnya segala ilmu dapat diajarkan pada semua anak dari segala usia, asal materinya benar-benar sesuai. Itu sebabnya peranan pendidikan sangat penting dalam hal ini .

Berdasarkan beberapa pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa perkembangan kognitif adalah tentang kecerdasan pikiran untuk memahami, membedakan, mengingat, menalar dan memecahkan suatu permasalahan yang dihadapi dan dapat diajarkan disegala usia.

Lingkup Perkembangan Kognitif

Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 137 Tahun 2014 Lingkup Perkembangan Kognitif meliputi, Belajar dan pemecahan masalah, mencakup kemampuan memecahkan masalah sederhana dalam kehidupan sehari-hari dengan cara fleksibel dan diterima sosial serta menerapkan pengetahuan atau pengalaman dalam konteks yang baru.

Berfikir logis, mencakup berbagai perbedaan, klasifikasi, pola, berinisiatif, berencana, dan mengenal sebab-akibat, Berfikir simbolik, mencakup kemampuan mengenal, menyebutkan, dan menggunakan konsep bilangan, mengenal huruf, serta mampu merepresentasikan berbagai benda dan imajinasinya dalam bentuk gambar.

Karakteristik Perkembangan Kognitif

Menurut Sujiono dkk (2011), Karakteristik Perkembangan Kognitif anak usia 4 – 7 tahun diuraikan sebagai berikut, Mengelompokkan benda yang memiliki persamaan, Menghitung 1-20, Mengenal bentuk-bentuk sederhana, Memahami konsep makna berlawanan, Mampu membedakan bentuk lingkaran atau persegi dengan objek nyata atau gambar, Memasangkan dan menyebutkan benda, Mencocokkan bentuk-bentuk sederhana, Mengklasifikasikan angka, tulisa, buah dan sayur, Mengenal huruf kecil dan besar, Mengenal warna-warni.

Tahapan Perkembangan Kognitif

Menurut Piaget (dalam Sujiono 2011:37) proses belajar seseorang akan mengikuti pola-pola dan tahap-tahap perkembangan sesuai dengan umurnya. Pola dan tahapan itu harus dilalui berdasarkan urutan tertentu dan seseorang tidak dapat belajar sesuatu yang berada di luar tahap kognitifnya. Piaget membagi tahap-tahap perkembangan kognitif menjadi empat skema yaitu, Tahap sensorimotor, berada pada rentang usai 0-2 tahun. Ciri pokok perkembangannya adalah berdasarkan tindakan dan langkah demi langkah. Perkembangan skema melalui reflek-reflek untuk mengetahui dunianya. Mencapai kemampuan dalam memersepsikan ketetapan dalam objek.

Tahap praoperasional, berada pada rentang usia 2-7/8 tahun. Ciri pokok perkembangannya adalah penggunaan simbol dan kemampuan memahami sesuatu tanpa melalui penalaran rasional dan intelektualitas misalnya dalam permainan, bahasa dan peniruan. Tahap operasional konkrit, berada pada rentang usia 7/8 – 11/12 tahun. Ciri pokok perkembangannya adalah kemampuan memahami sesuatu dengan memakai aturan yang jelas/logis. Mencapai kemampuan untuk berfikir sistematik terhadap objek-objek yang konkret. Mancapai kemampuan mengkonservasikan.

Tahap operasional formal, berada pada rentang usia 11/12 – 18 tahun. Ciri pokok perkembangannya adalah hipotesis, abstrak, deduktif dan induktif, dan berpikir logis. Mencapai kemampuan untuk berfikir sistematik terhadap hal-hal yang abstrak dan hipotesis. Berdasarkan pendapat Piaget di atas, dapat disimpulkan bahwa anak usia dini berada pada tahap praoperasional, dimana anak sudah mulai mengenal simbol-simbol untuk mempresentasikan lingkungannya, serta dalam memahami sesuatu dengan menggunakan benda-benda konkrit.

Kemampuan Berhitung
Pengertian Kemampuan Berhitung

Menurut Susilo (dalam Purwadi: 2015) Kemampuan berhitung mencakup koordinasi memegang dan menunjuk benda, menyebut angka, dan mengingat urutannya. Ini memang cukup sulit bagi anak sehingga membutuhkan waktu lama baginya untuk secara sungguh-sungguh mengenal bilangan yang mewakili sejumlah benda. Pengertian kemampuan berhitung menurut Susanto (2011) adalah kemampuan yang dimiliki setiap anak untuk mengembangkan kemampuannya, karakteristik perkembangannya dimulai dari lingkungan yang terdekat dengan dirinya, sejalan dengan perkembangan kemampuannya anak dapat meningkat ke tahap pengertian mengenai jumlah, yang berhubungan dengan penjumlahan dan pengurangan.
Berhitung merupakan dasar dari beberapa ilmu yang dipakai dalam setiap kehidupan manusia. Kemampuan berhitung permulaan ialah kemampuan yang dimiliki setiap anak untuk mengembangkan kemampuannya, karakteristik perkembangannya dimulai dari lingkungan yang terdekat dengan anak (Susanto, 2011).

Berdasarkan beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa berhitung merupakan kemampuan yang harus dimiliki oleh setiap anak dalam hal matematika seperti kegiatan mengurutkan bilangan atau membilang dan mengenai jumlah untuk menumbuh kembangkan keterampilan yang sangat diperlukan dalam kehidupan sehari-hari, yang merupakan dasar bagi pengembangan kemampuan matematika maupun kesiapan untuk mengikuti pendidikan dasar bagi anak.

Tahapan Kemampuan Berhitung

Dalam Depdiknas mengemukakan bahwa berhitung di Taman Kanak-kanak sebaiknya dilakukan melalui tiga tahapan kemampuan berhitung, yaitu, Penguasaan konsep adalah pemahaman dan pengertian tentang sesuatu dengan menggunakan benda dan peristiwa konkrit, seperti pengenalan warna, bentuk, dan menghitung bilangan. Masa Transisi adalah proses berfikir yang merupakan masa peralihan dari pemahaman konkret menuju pengenalan lambang yang abstrak, dimana benda konkrit itu masih ada dan mulai dikenalkan bentuk lambangnya. Hal ini harus dilakukan guru secara bertahap sesuai dengan laju dan kecepatan kemampuan anak yang secara individual berbeda. Lambang merupakan visualisasi dari berbagai konsep. Misalnya lambang 7 untuk menggambarkan konsep bilangan tujuh, merah untuk menggambarkan konsep warna, besar untuk menggambarkan konsep ruang, dan persegi empat untuk menggambarkan konsep bentuk.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa prinsip permainan berhitung permulaan diberikan secara bertahap kepada anak dimulai dari tahap berhitung yang mudah kemudian ke tahap yang lebih sulit. Permainan berhitung harus memberikan kesempatan kepada anak untuk berpartisipasi dalam kegiatan matematika sehingga anak dapat memperoleh pengalaman yang diperoleh untuk mengembangkan kemampuan berhitung.

Capaian Kemampuan Berhitung

Capaian perkembangan kemampuan dalam mengenal bilangan kelompok usia 5-6 tahun menurut Sujiono (2015) adalah sebagai berikut, Menyebut dan membilang urutan bilangan dari 1-20, Membilang dengan menunjuk benda (mengenal konsep bilangan dengan benda-benda), Membuat urutan bilangan, Menghubungkan atau memasangkan lambang bilangan dengan benda-benda, Membedakan dan membuat 2 kumpulan benda yang sama jumlahnya, yang tidak sama, lebih banyak dan lebih sedikit, Menyebutkan hasil penambahan dan pengurangan dengan benda.

Tingkat pencapain perkembangan anak dalam lingkup perkembangan kognitif menurut Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 137 Tahun 2014 yaitu, Menyebutkan lambang bilangan 1-10, Menggunakan lambang bilangan untuk menghitung , Mencocokkan bilangan dengan lambang bilangan , Mengenal berbagai macam lambang huruf vokal dan konsonan, Merepresentasikan berbagai macam benda dalam bentuk gambar atau tulisan (ada benda pensil yang diikuti tulisan dan gambar pensil). Dari kedua capaian perkembangan di atas dapat disimpulkan bahwa capaian kemampuan berhitung anak usia 5-6 tahun adalah dapat menunjukkan kemampuan berhitung 1-20.

Media Pembelajaran
Pengertian Media Pembelajaran

Heinich (dalam Zaman, 2011:44) berpendapat media merupakan saluran komunikasi. Media menurut Schramn (dalam Zaman. 2011:44). Teknologi pembawa pesan yang dapat dimanfaatkan untuk keperluan pembelajaran . Menurut Briggs (dalam Zaman. 2011:45) mengatakan bahwa media adalah sarana fisik untuk menyampaikan isi/materi pembelajaran, seperti buku, film, vidio, slide. Sedangkan menurut Nea (dalam Zaman, 2011:45).

Menurut Gagne (2009) media adalah berbagai jenis komponen dalam lingkungan anak yang dapat mendorong anak untuk belajar. Sedangkan pendapat dari (Sutjipto, 2011) menyatakan media pembelajaran adalah alat yang dapat membantu proses belajar mengajar dan berfungsi untuk memperjelas makna pesan yang tersampaikan, sehingga dapat mencapai tujuan pembelajaran yang lebih baik dan sempurna.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa media pembelajaran adalah suatu bentuk peralatan, metode, bahan atau teknik yang digunakan untuk menyalurkan pesan, membantu mempertegas pelajaran, sehingga dapat membangkitkan minat anak untuk mengikuti proses belajar mengajar.

Manfaat Media Pembelajaran

Media dapat dimanfaatkan untuk mengantarkan pembelajaran secara utuh, serta dapat memberikan motivasi dan penguatan kepada peserta didik. Berikut ini akan diuraikan manfaat media pembelajaran menurut Hambalik (dalam Sadiman, 2003) adalah sebagai berikut, Memperjelas penyajian pesan dan mengurangi verbalitas, Memperdalam pemahaman anak didik terhadap materi pelajaran, Memperagakan pengertian yang abstrak kepada pengertian yang konkrit dan jelas, Mengatasi keterbatasan ruang, waktu dan daya indera manusia, Penggunaan media pembelajaran yang tepat akan dapat mengatasi sikap pasif anak didik. Mengatasi sifat unik pada setiap anak didik yang diakibatkan oleh lingkungan yang berbeda, Media mampu memberikan variasi dalam proses belajar mengajar, Memberikan kesempatan pada anak didik untuk mereview pelajaran yang diberikan, Memperlancar pelaksanaan kegiatan belajar mengajar dan mempermudah tugas para guru.

Penggunaan Media Pembelajaran di PAUD

Menurut Zaman, dkk (2011) media pembelajaran yang dapat digunakan untukanak usia dini adalah, Media cetak, contohnya buku. Benda sebenarnya. Anak lebih memahami, senang dan bermakna ketika belajar menggunakan benda sebenarnya. Barang bekas. Kreativitas guru dalam menggunakan barang bekas menjadi media pembelajaran dapat membantu proses belajar mengajar. Model. Guru dapat menggunakan model tiruan seperti motor-motoran, mobil-mobilan, becak dan lain-lain.

Media Loose Parts
Pengertian Loose Parts

Menurut Haughey (dalam Siantajani 2020) Loose parts diartikan sebagai bahan-bahan yang terbuka, dapat terpisah, dapat dijadikan satu kembali, dibawa, digabungkan, dijajar, dipindahkan dan digunakan sendiri ataupun digabungkan dengan bahan-bahan lain. Dapat berupa benda alam ataupun simetris.

Fadhli (2021) berpendapat bahwa loose parts adalah bahan yang dapat dipindahkan, dibawa, digabungkan, dirancang ulang, dipisahkan dan disatukan kembali dengan berbagai cara. Loose parts menciptakan kemungkinan kreasi tanpa batas dalam aktifitas pembelajaran, dan mengandung kreatifitas anak. Loose parts merupakan media bahan ajar yang kegunaannya dalam pembelajaran anak tidak pernah ada habisnya serta bahan ajar loose parts dapat digunakan sebagai alat unk mengeksplorasi berbagai aspeks pemecahan masalah , kreativitas, konsentrasi, motorik halus, motorik kasar, sains (saince), pengembangan bahasa (literasi), seni (art), logika berfikir matematika (math), teknik (enginering), teknologi (technology).

Komponen Loose parts

Menurut Siantajani (2019:23) Loose parts merupakan barang-barang yang terbuka, yang mudah ditemukan dilingkungan sehari-hari. Barang-barang itu pada umumnya terdiri dari 7 komponen, yang bervariasi, yang dapat diraba anak dengan tekstur yang berbeda-beda, juga bentuk dan warna yang berbeda-beda pula. Komponen-komponen loose parts yaitu, Bahan alam, Bahan alam merupakan bahan-bahan yang dapat ditemukan di alam. Misalnya : batu, kerikil, tanah, pasir, lumpur, air, ranting, daun, bunga,bulu, potongan kayu, dsb.

Plastik, Plastik merupakan barang-barang yang terbuat dari plastik. Misalnya : aneka bentuk, warna dan ukuran material seperti sedotan, botol-botol plastik, gelas-gelas plastik, tutup-tup botol, pipa pralon,selang, ember, corong, keranjang, dsb. Logam, Logam merupakan barang-barang yang terbuat dari logam. Contohnya: kaleng, uang, koin, perkakas dapur, mur, baut, paku, sendok dan garpu aluminium, plat mobil, kunci, drum, dsb.
Kayu dan bambu, Kayu dan bambu merupakan barang-barang kayu atau bambu yang sudah tidak digunakan lagi. Contohnya: seruling, tongkat, balok, kepingan puzzle, kursi, bangku, bilah bambu, papan, dsb.

Benang dan kain, Benang dan kain merupakan barang-barang yang terbuat dari serat. Contohnya: aneka jenis kain, dengan tekstur yang berbeda, aneka jenis tali dengan ukuran berbeda, benang, kapas, kain perca, pita, karet, dsb.
Kaca dan keramik, Kaca dan keramik merupakan barang-barang yang terbuat dari kaca dan keramik. Contohnya: botol kaca, gelas kaca, cermin, manik-manik, kelereng, ubin keramik, kacamata, dsb.
Bekas kemasan, Bekas kemasan merupakan barang-barang/wadah yang sudah tidak digunakan. Contohnya: kardus, gulungan, tissue, gulungan benang, bungkus makanan, karton wadah telur, dsb.

Penggunaan Loose parts

Berdasarkan pendapat dari Siantajani (2020: 48) loose parts dapat digunakan oleh semua anak. Tentunya loose parts yang digunakan perlu disesuaikan dengan usia anak masing-masing. Hal-hal yang menyangkut keamanan dan keselamatan penggunanya harus menjadi perhatian utama. Misalnya masalah ukuran, bentuk runcing atau tajam. Sifat loose parts yang terbuka memungkinkan bahwa loose parts dimainkan anak perempuan dan anak laki-laki, dari latar belakang budaya yang berbeda, kemampuan yang berbeda dan juga usia yang berbeda. Anak dapat bermain didalam ruangan maupun diluar ruangan. Pada umumnya didalam ruang anak bermain dengan loose parts yang mengaktifkan otot-otot kecil anak, sementara saat diluar ruangan mengaktifkan otot-otot besar anak. Anak bisa bermain loose parts seorang diri, dimainkan dalam satu kelompok kecil dan dapat pula dimainkan oleh anak dalam kelompok besar. Semua anak menikmati loose parts seperti mereka sedang berpesta dengan mainan-mainan otentik yang membahagiakan mereka.

Loose parts dimainkan anak tanpa intruksi. Secara alami anak dapat memainkannya menurut idenya. Apabila anak belum terbiasa bermain dengan loose parts dapat dicoba dengan meletakkan satu keranjang berisi beberapa loose part. Boleh dicampur dengan mainan pabrik yang sudah memiliki bentuk-bentuk khusus. Dialam anak berada dilingkungan yang otentik. Anak dapat menemukan benda-benda apa saja dan dengan cepat menggunakannya untuk mewakili sesuatu yang ada dipikiranya. Dengan cepat pula anak akan merubah menjadi sesuatu yang berbeda seiring dengan perubahan idenya yang telur mengalir dengan fleksibel. Hadirnya teman bermain akan memberikan pergerakan terhadap apa yang dipikirkan anak dapat berkembang sesuai dengan negosiasi antar anak. Loose parts yang dapat diperoleh anak dilingkungnya akan mendorong anak untuk memilih sendiri media belajarnya, sehingga anak bermain sesuai dengan idenya, lebih terbuka, tidak tergantung pada arahan guru, lebih kreatif dan imajinatif dibandingkan bermain dengan APE pabrik. Penggunaan loose parts mengikuti prinsip terbuka yang memiliki ciri-ciri sebagai berikut : tidak ada aturan yang mengikat, tidak ada ekspekstasi, tidak ada masalah, tidak ada target hasil, tidak ada patokan benar atau salah (Siantajani 2020 :51).

Manfaat Loose parts

Siantajani (2020:41) berpendapat bahwa loose parts adalah material yang sangat magic. Loose parts sangat lentur mengikuti ide anak, bisa menjadi apa saja. Jika dibandingkan dengan mainan jadi buatan pabrik, maka mainan jadi dibuat dengan desain khusus dan peruntukannya sangat spesifik. Anak diharapkan bermain sesuai dengan ide dari penciptanya. Berbeda dengan loose parts, bahan-bahan yang lebih terbuka akan mengundang anak untuk menjadi pencipta/perancang dengan design ada pada anak . Ini akan melatih anak menjadi kreatif dan pemecah masalah (problem solver).

Menurut Siantajani (2020:41) bermain dengan loose parts mempunyai manfaat utama yaitu, Mengembangkan keterampilan inkuiri. Rasa ingin tahu adalah hal yang muncul dialami dari anak. Rasa ingin tahu ini merupakan unsur yang penting untuk membentuk kemampuan berfikir inkuiri. Kemampuan berpikir inkuiri diperlukan anak untuk memperoleh informasi, menganalisa, dan membuat pertimbangan-pertimbangan. Bermain dengan loose parts akan mendorong anak mengembangkan keterampilan inkuiri.

Mengajarkan anak untuk bertanya

Kegiatan pembelajaran yang terbuka akan membuat anak berfikir, ingin tahu dan bertanya. Anak akan menguji ide-idenya dan mempertanyakan apa yang terjadi jika….; jika saya tambahkan sesuatu maka….; dsb. Disaat anak bermain perlu ada orang dewasa yang dapat merespon pertanyaan-pertanyaan anak, dan orang dewasapun dapat memancing anak dengan pertanyaan-pertanyaan lainnya sebagai respon terhadap rasa ingin tahu anak.
Mengembangkan berbagai aspek perkembangan anak.

Stimulasi terhadap semua aspek perkembangan anak muncul ketika anak bermain dengan loose parts. Salah satu yang paling penting adalah kemampuan memecahkan masalah dan mengambil resiko, selain kemampuan dalam bidang matematika dan sains, anak juga mengembangkan kemampuan fisik, pada saat anak aktif mencari benda-benda yang ia perlukan ataupun berkreasi dengan jari-jari tangannya untuk menciptakan sesuatu. Sementara itu kemampuan sosial emosional anak terstimulasi secara aktif saat anak berinteraksi dan bekerjasama. Juga munculnya perasaan tertantang ketika diprovokasi oleh guru dan juga bangga setelah mendapatkan hasil yang dicapainya. Saat bermain loose parts anak belajar untuk berkomunikasi dan bernegosiasi secara aktif . rasa seni anak juga terasah ketika dia berkreasi untukmenciptakan sesuatu sesuai imajinasinya. Selain itu ketika berdekatan dengan alam, anak juga dapat lebih lebih mengenal pencipta alam ini.

Mengembangkan imajinasi dan kreativitas

Ketika anak bermain dalam suasana yang terbuka aka anak akan mengikuti imajinasi dan minat sehingga permainan akan mengalir kesegala arah sesuai dengan kreativitas yang muncul secara spontan.

Dasar Pertimbangan Dalam Memilih Loose Parts

Menurut Siantajani (2020) ada banyak alasan mengapa ruang bermain perlu memiliki loose parts sehingga lingkungan belajar anak menjadi lingkungan yang interaktif, yang memungkinkan anak dapat bermain secara aktif. Alasan-alasan tersebut adalah, Loose parts kaya dengan nurisi sensorial, Loose parts dapat digunakan oleh anak sesuai pilihan anak, Loose parts dapat diadaptasi dan dimanipulasi dalam banyak cara, Loose parts mendorong kreativitas dan imajinasi, Loose parts mengembangkan lebih banyak keterampilan dan kompetensi dibandingkan mainan jadi buatan pabrik. Loose parts dapat digunakan dengan cara-cara yang berbeda sesuai ide anak. Loose parts dapat dikombinasikan dengan bahan-bahan lain untuk mendukung imajinasi anakLoose parts mendorong pembelajaran terbuka.Anak lebih memilih loose parts dibandingkan mainan modern

Kerangka berpikir

Kondisi awal sebelum dilakukan tindakan, penulis melakukan pengamatan dan diketahui bahwa hasil belajar dalam kegiatan berhitung anak tidak sesuai dengan apa yang diharapkan oleh guru, dan tidak sesuai dengan STPPA kelompok usia 5-6 tahun serta kemampuan menghitung anak masih rendah sekitar 41,66% anak kemampuannya mulai berkembang yaitu sebanyak 8 anak, dan yang berkembang sesuai harapan (BSH) baru 2 anak. Hal ini dikarenakan guru hanya menggunakan LKA dan bahan-bahan main yang digunakan kurang bervariasi. Sehingga anak merasa bosan dan kurang tertarik dalam belajar.

Penulis merencanakan perbaikan pembelajaran dengan menggunakan berbagai loose parts yang terdiri dari 3 siklus yaitu siklus I (menghitung benda 1-10), kegiatan yang dilakukan yaitu menghitung benda loose parts yang sudah disiapkan lalu menggambar sesuai jumlahnya. Siklus II (menghitung benda 1-15) kegiatan yang dilakukan dengan mengambil satu kartu kalender yang kemudian mengambil bahan loose parts untuk dihitung dan anak diminta untuk menggambar sesuai jumlahnya. Siklus III (menghitung benda 1-20), kegiatan yang dilakukan yaitu dengan mengambil dua kartu kalender dan dijumlahkan, lalu mengambil bahan loose parts kemudian menggambar sesuai jumlahnya. Penulis bermaksud melakukan suatu upaya meningkatkan kemampuan berhitung kelompok B TK Pembina Kecamatan Cawas dengan berbagai bahan loose parts. Hasil dari tindakan perbaikan pembelajaran yang dilakukan dapat meningkatkan hasil belajar anak dalam kegiatan berhitung. Hal ini menandakan bahwa bahan loose parts dapat meningkatkan hasil belajar anak.

Dari uraian di atas, penulis membuat bagian alur penelitian sebagai berikut:

Hipotesa Tindakan
Berdasarkan kajian pustaka dan kerangka berfikir diatas, maka dapat diajukan hipotesis penelitian adalah dengan media loose parts dapat meningkatkan kemampuan berhitung 1-20 pada anak.

Metode Penelitian
Jenis Penelitian

Menurut Wardhani,dkk (2012:14), Penelitian tindakan kelas (PTK) adalah penelitian yang dilakukan oleh guru di kelasnya sendiri melalui refleksi diri dengan tujuan untuk memperbaiki kinerjanya sehingga hasil belajar siswa meningkat. Mc.Taggrat (dalam Mahmud: 2008) Penelitian tindakan merupakan langkah-langkah nyata dalam mencari cara yang paling cocok untuk memperbaiki keadaan, lingkungan dan meningkatkan pemahaman terhadap keadaan atau lingkungan tersebut.

Mill (2000) penelitian tindakan kelas sebagai penyelidikan yang sistematis (sistematic inquiry) yang dilakukan oleh guru, kepala sekolah untuk mengetahui praktik pembelajaranya. Menurut Suryabrata (dalam Mahmud: 2008) Penelitian tindakan adalah penelitian yang bertujuan untuk mengembangkan keterampilan-keterampilan baru, strategi baru atau pendekatan baru untuk memecahkan masalah dengan penerapan langsung didunia kerja atau di dunia aktual apapun.

Wardhani,dkk (2012:15-17) Karakteristik PTK dibandingkan dengan penelitian yang lain adalah, Adanya masalah dalam PTK dipicu oleh munculnya kesadaran pada diri guru bahwa praktik yang dilakukannya selama ini dikelas mempunyai masalah yang perlu diselesaikan. Self-reflective inquiry atau penelitian melalui refleksi diri, merupakan ciri PTK yang paling esensial. Penelitian tindakan kelas dilakukan di dalam kelas, sehingga fokus penelitian ini adalah kegiatan pembelajaran berupa perilaku guru dan siswa dalam melakukan interaksi.

Penelitian tidakan kelas bertujuan untuk memperbaiki pembelajaran. Perbaikan dilakukan secara bertahap dan terus menerus, selama kegiatan penelitian dilakukan. Menurut Rahman (2018) digunakan adalah model Kemmis dan Mc Taggart. Dalam perencanaannya Kemmis dan Mc Taggart menggunakan sistem spiral refleksi diri yang dimulai dengan rencana (planning), tindakan (acting), pengamatan (observing), refleksi (reflecting) dan juga perencanaan kembali yang merupakan dasar suatu pemecahan masalah.

Gambar 2. Alur PTK Model Kemmis dan Mc Taggart

Berdasarkan pembahasan di atas peneliti akan menggunakan model model Kemmis dan Mc Taggart dalam melakukan PTK dengan judul Upaya Meningkatkan Kemampuan Berhitung dengan Media Loose parts pada Kelompok B TK Pembina Kecamatan Cawas.

Definisi Operasional

Variabel penelitian terbagi dari dua variable yaitu variabel bebas dan variabel terikat.. Variabel bebas dalam penelitian ini bahan yang digunakan untuk berhitung seperti media loose parts. Media loose parts adalah bahan-bahan yang terbuka, dapat terpisah, dapat dijadikan satu kembali, dibawa, digabungkan, dijajar, dipindahkan, digunakan sendiri, digabungkan dengan bahan lain yang dapat berupa benda alam atau benda sintetis. Loose parts mempunyai 7 komponen dengan komponen plastik, bahan alam, logam, bekas kemasan, kayu dan bambu, kaca dan keramik, benang dan kain (Siantajani, 2020)

Variabel terikat dalam penelitian ini kemampuan berhitung. Kemampuan berhitung 1-20. Dalam penelitian ini, kemampuan yang akan dikembangkan adalah menghitung angka 1-20. Kemampuan berhitung merupakan salah satu aspek perkembangan kognitif yaitu berpikir simbolik.

Menurut Susanto (2011) Kemampuan berhitung adalah kemampuan yang dimiliki setiap anak untuk mampu dalam melakukan berhitung yang dimulai dari lingkungan terdekat anak, sehingga kemampuan yang dimiliki anak tersebut mampu berlanjut ke tahap pengertian jumlah, terkait dengan penjumlahan dan pengurangan sederhana yaitu 1-20. Berhitung merupakan kemampuan yang dimiliki oleh setiap anak didik dalam hal matematika seperti kegiatan mengenal bilangan dengan mengurutkan bilangan, membilang, kemampuan dalam berhitung dan mengenal konsep bilangan sangatlah diperlukan sebagai dasar anak didik untuk kejenjang selanjutnya.

Waktu Dan Tempat Penelitian
Waktu penelitian Adapun penelitian dilaksanakan pada semester genap tahun pelajaran 2022/2023.
• Pra siklus : 20 Oktober 2022
• Siklus I : 21 Oktober 2022
• Siklus II : 4 November 2022
• Siklus III : 18 November 2022

Tempat penelitian.

Pelaksanaan penelitian ini dilakukan di TK Pembina Kecamatan Cawas, yang beralamatkan di Barepan, Cawas, Klaten. Penelitian ini dilakukan pada anak kelompok B dengan pembelajaran luring (tatap muka) di sekolah.

Subjek dan Obyek Penelitian
Subjek dalam penelitian ini adalah 1 guru kelas. Obyek dalam penelitian ini adalah 24 anak dengan rincian sebagai berikut:

Prosedur Penelitian

Penelitian ini diawali dengan pra penelitian atau pra tindakan dan dilanjutkan dengan 2 siklus, dalam 1 siklus terdapat tiga kali pertemuan. Setiap siklus dilakukan 4 tahap yaitu perencanaan, pelaksanaan, pengamatan, dan refleksi.

Tahap Pra Tindakan:

Tahap awal sebelum peneliti melaksanakan tindakan kelas, peneliti melakukan pengumpulan data dengan cara melakukan wawancara dengan guru kelas. Hasil wawancara dengan guru kelas ditemukan permasalahan tentang rendahnya tingkat kemampuan berhitung 1-20 pada anak. Permasalahan tersebut dijadikan peneliti sebagai acuan untuk melaksanakan siklus I adalah anak-anak kesulitan menghitung angka 1-20 dan penggunaan media yang digunakan hanya LKA.

Tahapan Siklus :

Tahap Perencanaan

– Menyiapkan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Harian (RPPH) sesuai dengan tujuan untuk meningkatkan kemampuan berhitung dengan menggunakan media loose parts
– Strategi yang akan digunakan untuk menunjang keberhasilan proses tindakan yaitu menggunakan media loose parts.
– Menyusun lembar observasi anak dalam meningkatkan kemampuan berhitung

Tahap Pelaksanaan

– Pada Tahap pelaksanaan ini melaksanakan kegiatan sesuai dengan RPPH yang telah dibuat
– RPPH yang ditujukan untuk upaya meningkatkan kemampuan berhitung
– Strategi Pembelajaran yang digunakan dengan menggunakan media loose parts

Tahap Observasi

Tahap observasi adalah pengamatan terhadap proses pembelajaran atau tahap pelaksanaan dengan menggunakan media loose parts. Peneliti mengobservasi kemampuan berhitung dengan menggunakan instrumen observasi. Guru mengobservasi peneliti yang melaksanakan proses pembelajaran.

Tahap Refleksi
Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan terdapat peningkatan kemampuan berhitung 1-10 dengan media loose parts

SKENARIO PEMBELAJARAN
SIKLUS I
Skenario Pembelajaran

Guru menjelaskan tujuan pembelajaran dan garis besar materi yang akan dipelajari yaitu menghitung benda 1-10, Guru menjelaskan materi tentang kegiatan menghitung benda dengan menggunakan media loose parts antara lain kerang, kapas, karet gelang, daun, kelereng, balok kayu, gelas plastik, plat mobil, kardus snack, botol plastik, kertas, spidol. Guru menjelaskan langkah-langkah strategi tentang menghitung benda menggunakan media loose parts dengan invitasi “ Bisakah kamu menghitung benda-benda ini ?”. Guru memberikan kesempatan pada anak untuk mengenali benda-benda yang disiapkan. Guru mengajak anak untuk membandingkan benda-benda yang ada berdasarkan ukuran.Guru mengajak anak untuk memilih bahan loose parts yang telah disediakan untuk dihitung. Guru menanyakan pada anak jumlah benda yang sudah dihitung. Guru mengajak anak untuk menulis nama benda dan jumlah benda pada kertas yang sudah disediakan. Guru mengajak untuk menyusun benda-benda sesuai minat anak .Guru mengajak anak untuk membereskan mainannya. Guru mengobservasi dan melihat hasil karya anak untuk mengetahui kemampuan berhitung bilangan 1-10
Berdasarkan rencana perbaikan diatas dalam berhitung terlihat selama siklus I berlangsung dan diharapkan ada peningkatan tingkat pencapaian perkembangannya.

SIKLUS II
Skenario pembelajaran:

Guru menjelaskan tujuan pembelajaran dan garis besar materi yang akan dipelajari yaitu menghitung benda 1-15. Guru menjelaskan materi tentang kegiatan menghitung benda dengan menggunakan media loose parts antara lain kapas, kelereng, kancing baju, kerang, daun, gelas kertas, balok kayu, stik eskrim, potongan kalender bekas, kertas, spidol. Guru menjelaskan langkah-langkah strategi tentang menghitung benda menggunakan media loose parts dengan invitasi “ aku pandai menghitung dan mengambil benda sesuai jumlahnya ?”. Guru merikan kesempatan pada anak untuk mengenali benda-benda yang disiapkan. Guru mengajak anak untuk membandingkan benda-benda yang ada berdasarkan ukuran. Guru mengajak anak untuk memilih dan mengambil benda loose parts yang sudah disiapkan tidak lebih dari 15. Guru mengajak anak untuk menghitung benda loose parts yang sudah diambil. Guru menanyakan pada anak jumlah benda yang sudah dihitung. Guru mengajak anak untuk mengambil potongan kertas kalender bekas sesuai dengan jumlah benda yang sudah diambil. Guru meminta anak untuk menulis nama benda dan jumlah benda pada kertas yang disediakan. Guru mengajak anak untuk menggambar sesuai dengan jumlah benda yang sudah diambil. Guru mengajak anak untuk membereskan mainannya. Guru mengobservasi dan melihat hasil karya anak untuk mengetahui kemampuan berhitung bilangan 1-15.

Berdasarkan rencana perbaikan diatas dalam berhitung terlihat selama siklus II berlangsung dan diharapkan ada peningkatan tingkat pencapaian perkembangannya.

SIKLUS III
Skenario pembelajaran:

Guru menjelaskan tujuan pembelajaran dan garis besar materi yang akan dipelajari yaitu menghitung benda 1-20. Guru menjelaskan materi tentang kegiatan menghitung benda dengan menggunakan media loose parts antara lain Kardus snack, Boneka, Plat mobil, Tutup botol, Botol plastik, Manik-manik, Stik es krim warna warni, Gelas plastik, Bola plastik, Tisu makan, Kerang, Potongan angka bilangan di kalender, Telur plastik, Kertas, Spidol.

Guru menjelaskan langkah-langkah strategi tentang menghitung benda menggunakan media loose parts dengan invitasi “ Dapatkah kamu menjumlahkan benda-benda ini ?”. Guru memberikan kesempatan pada anak untuk mengenali benda-benda yang disiapkan dan mengamati miniatur pantai, Guru mengajak anak untuk membandingkan benda-benda yang ada berdasarkan ukuran. Guru mengajak anak untuk memilih dan mengambil benda loose parts yang disiapkan guru tidak lebih dari 20. Guru megaajak anak untuk menghitung benda yang sudah diambil. Guru menanyakan pada anak jumlah benda yang sudah dihitung, Guru mengajak anak untuk mengambil potongan kertas kalender sesuai dengan jumlah benda yang diambil, Guru meminta anak untuk menulis nama benda dan jumlah benda yang sudah diambil, Guru mengajak anak untuk menulis nama sendiri, Guru mengajak anak untuk menyusun benda-benda sesuai minat anak, Guru mengajak anak untuk membereskan mainannya. Guru mengobservasi dan melihat hasil karya anak untuk mengetahui kemampuan berhitung bilangan 1-20

Berdasarkan rencana perbaikan diatas dalam berhitung terlihat selama siklus II berlangsung dan diharapkan ada peningkatan tingkat pencapaian perkembangannya.

SIKLUS II
Skenario pembelajaran:
Guru menjelaskan tujuan pembelajaran dan garis besar materi yang akan dipelajari yaitu menghitung benda 1-15. Guru menjelaskan materi tentang kegiatan menghitung benda dengan menggunakan media loose parts antara lain kapas, kelereng, kancing baju, kerang, daun, gelas kertas, balok kayu, stik eskrim, potongan kalender bekas, kertas, spidol. Guru menjelaskan langkah-langkah strategi tentang menghitung benda menggunakan media loose parts dengan invitasi “ aku pandai menghitung dan mengambil benda sesuai jumlahnya ?”. Guru merikan kesempatan pada anak untuk mengenali benda-benda yang disiapkan. Guru mengajak anak untuk membandingkan benda-benda yang ada berdasarkan ukuran. Guru mengajak anak untuk memilih dan mengambil benda loose parts yang sudah disiapkan tidak lebih dari 15. Guru mengajak anak untuk menghitung benda loose parts yang sudah diambil. Guru menanyakan pada anak jumlah benda yang sudah dihitung. Guru mengajak anak untuk mengambil potongan kertas kalender bekas sesuai dengan jumlah benda yang sudah diambil. Guru meminta anak untuk menulis nama benda dan jumlah benda pada kertas yang disediakan. Guru mengajak anak untuk menggambar sesuai dengan jumlah benda yang sudah diambil. Guru mengajak anak untuk membereskan mainannya. Guru mengobservasi dan melihat hasil karya anak untuk mengetahui kemampuan berhitung bilangan 1-15.
Berdasarkan rencana perbaikan diatas dalam berhitung terlihat selama siklus II berlangsung dan diharapkan ada peningkatan tingkat pencapaian perkembangannya.

SIKLUS III
Skenario pembelajaran:

Guru menjelaskan tujuan pembelajaran dan garis besar materi yang akan dipelajari yaitu menghitung benda 1-20. Guru menjelaskan materi tentang kegiatan menghitung benda dengan menggunakan media loose parts antara lain Kardus snack, Boneka, Plat mobil, Tutup botol, Botol plastik, Manik-manik, Stik es krim warna warni, Gelas plastik, Bola plastik, Tisu makan, Kerang, Potongan angka bilangan di kalender, Telur plastik, Kertas, Spidol.

Guru menjelaskan langkah-langkah strategi tentang menghitung benda menggunakan media loose parts dengan invitasi “ Dapatkah kamu menjumlahkan benda-benda ini ?”. Guru memberikan kesempatan pada anak untuk mengenali benda-benda yang disiapkan dan mengamati miniatur pantai, Guru mengajak anak untuk membandingkan benda-benda yang ada berdasarkan ukuran. Guru mengajak anak untuk memilih dan mengambil benda loose parts yang disiapkan guru tidak lebih dari 20. Guru megaajak anak untuk menghitung benda yang sudah diambil. Guru menanyakan pada anak jumlah benda yang sudah dihitung, Guru mengajak anak untuk mengambil potongan kertas kalender sesuai dengan jumlah benda yang diambil, Guru meminta anak untuk menulis nama benda dan jumlah benda yang sudah diambil, Guru mengajak anak untuk menulis nama sendiri, Guru mengajak anak untuk menyusun benda-benda sesuai minat anak, Guru mengajak anak untuk membereskan mainannya. Guru mengobservasi dan melihat hasil karya anak untuk mengetahui kemampuan berhitung bilangan 1-20

Berdasarkan rencana perbaikan diatas dalam berhitung terlihat selama siklus II berlangsung dan diharapkan ada peningkatan tingkat pencapaian perkembangannya.

Observasi dan Evaluasi

Pada tahap ini, peneliti dengan bantuan teman sejawat mengamati semua proses kegiatan pembelajaran dengan mengacu pada lembar observasi. Hal-hal yang perlu diamati diantaranya adalah sebagai berikut, Persiapan sarana, Penguasaan materi, Pemanfaatan dan penggunaan media pembelajaran, Keaktifan anak dalam melakukan kegiatan, Keaktifan anak dalam tanya jawab dan diskusi.

Selama proses pembelajaran berlangsung, peneliti melakukan observasi sehingga diperoleh hasil dari pengamatan tersebut berupa data yang nantinya akan di analisis peneliti dapat melakukan tindakna perbaikan di siklus berikutnya.Adapun indikator kemampuan berhitung anak usia 5 – 6 tahun adalah sebagai berikut, menyebutkan lambang bilangan 1-10, menyebutkan lambang bilangan 1-15, menyebutkan lambang bilangan 1-20

Refleksi

Dalam refleksi, peneliti bersama teman sejawat akan mengadakan pengamatan, mengadakan diskusi mengenai hasil penerapan yang sudah dilaksanakan. Jika ada kegagalan harus ada penjelasan secara konkret. Data informasi dan penjelasan ini sangat bermanfaat untuk melaksanakan tindakan berikutnya apabila hasilnya belum signifikan. Hasil kerja kolaborasi dalam kegiatan ini sebagai bahan untuk menyusun tindakan berikutnya dalam siklus II, dan seterusnya.

Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini ada 2 teknik pengumpulan data yaitu observasi dan penugasan atau pemberian tugas.

Observasi. Cara pengumpulan data untuk mendapatkan informasi dengan cara pengamatan langsung terhadap sikap perilaku guru dan anak.Instrumen penilaian observasi yang akan digunakan adalah sebagai berikut:

Selain instrumen observasi di atas, peneliti juga menggunakan instrumen bagi guru sebagai fasilitator dalam menyediakan kegiatan main. Instrumen tersebut adalah sebagai berikut:
Tabel 4 . Instrumen Observasi Guru dalam Penggunaan Media Pembelajaran

Pembelajaran

Tabel 5. Rubrik Penilaian Observasi Guru dalam Penggunaan Media Pembelajaran

Cara pengisian instrumen observasi yaitu dengan memberikan tanda checklist (√) pada kolom yang sesuai dengan hasil pengamatan.

Penugasan atau pemberian tugas
Tugas yang diberikan akan diberikan secara perseorangan. Tujuannya ialah untuk mengetahui sejauh mana hasil kerja anak selama dalam mengikuti proses belajar mengajar/layanan sesuai menerima materi.

Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan adalah data kualitatif dan data kuantitatif. Data kualitatif diperoleh dari hasil wawancara kepada guru kelas yang ada di TK Pembina Kecamatan Cawas. Data kuantitiatif dalam penelitian diperoleh dari hasil observasi kegiatan pembelajaran di TK Pembina kecamatan Cawas. Data yang diperoleh kemudian diprosentase. Adapun untuk melihat cara peningkatan hasil belajar dari setiap siklusnya yaitu dengan rumus sebagai berikut:

Data observasi yang telah diperoleh kemudian diprosentase. Langkah-langkah dalam analisis penelitian, Rata-rata kemampuan anak dihitung dengan rumus prosentase seperti di atas. Hasil perhitungannya digunakan untuk menghitung kemampuan berhitung pada setiap siklus. Hasil prosentase dianalisis antara siklus I, II, dan III kemudian ditampilkan perbedaan antara hasil ketiganya.Rata-rata prosentase yang didapatkan dibuat ke dalam bentuk tabel dan grafik.

Indikator Keberhasilan, Hasil perhitungan diinterpretasikan ke dalam 4 kriteria berikut, Kriteria Belum Berkembang (BB) antara 0 – 25%. Kriteria Mulai Berkembang (MB) antara 26 – 50%. Kriteria Berkembang Sesuai Harapan (BSH) antara 51 – 75%. Kriteria Berkembang Sangat Baik (BSB) antara 76 – 100 %. Perbaikan pembelajaran ini akan dinilai berhasil apabila Tingkat Pencapaian Perkembangan Anak dalam kemampuan berhitung telah berkembang sesuai harapan sebanyak 91 % dari jumlah anak kelompok B TK Pembina Kecamatan Cawas Tahun Ajaran 2022/2023.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelian mengenai peningkatan kemampuan berhitung telah dilakukan melalui tiga siklus yaitu siklus I, siklus II, siklus II. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini berupa lembar observasi yang kemudian digunakan oleh peneliti untuk mengetahui peningkataan kemampuan anak dalam berhitung. Siklus I dilaksanakan pada tanggal 21 Oktober 2022 Dengan tema Lingkunganku Siklus II dilaksanakan pada tanggal 4 November 2022 dengan tema Keluargaku Siklus III dilaksanakan pada tanggal 18 November 2022 dengan tema Binatang. Setiap siklus menggunakan Langkah yang sama yaitu perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi. Adapun pembahasan hasil dari penelitian yang telah dilaksanakan bail siklus I, siklus II, siklus III adalah sebagai berikut:
Berikut ini adalah perbandingan peningkatan kemampuan berhitung anak dengan menggunakan media loose part mulai siklus I sampai siklus III.

Berdasarkan tabel 4.18 tersebut dapat dilihat peningkatan yang cukup signifikan. Hal ini dibuktikan dengan kemampuan anak mengenal lambang bilangan terus meningkat dari mulai siklus I hingga siklus III. Pada siklus I kemampuan anak mengenal lambang bilangan pada kriteria berkembang sangat baik (BSH) diperoleh rata-rata sebanyak 4 anak atau dengan rata rata persentase 41,66%, selanjutnya pada siklus II meningkat menjadi 17 anak atau dengan rata-rata persentase 75% anak berkembang sangat baik, dan kemampuan anak mengenal lambang bilangan pada siklus III meningkat signifikan menjadi 22 anak atau dengan rata-rata persentase 91,66% pada kriteria berkembang sangat baik. Lebih jelas hasil perbandingan peningkatan kemampuan berhitung melalui penggunaan media loose part dari mulai siklus I hingga siklus III dapat dilihat pada grafik sebagai berikut:

Kesimpulan
Peningkatan kemampuan berhitung anak menggunakan media Loose parts berdampak positif pada anak. Berdasarkan hasil penelitian data dan temuan selama mengadakan siklus perbaikan dapat ditarik kesimpulan bahwa kemampuan berhitung memalui media loose parts pada anak usia 5-6 tahun di TK Pembina Kecamatan Cawas dapat meningkat. Peningkatan kemampuan berhitung menggunakan media loose parts dapat dilihat dari siklus 1, siklus 2 dan di akhir siklus III dengan peningkatan yang cukup signifikan mencapai 91,66%.
Saran

Sekolah dapat merencanakan pengembangan kegiatan pembelajaran yang kreatif dan memilih media, metode yang sesuai dengan perkembangan anak usia dini.

Anak selalu diberikan kesempatan untuk terlibat aktif dalam kegiatan proses pembelajaran yang dilakukan untuk mengembangkan semua aspek perkembangan yang dimilikinya terutama perkembangan kognitif yaitu kemampuan berhitung.
Guru memilih metode yang tepat untuk mengembangkan kemampuan kognitif anak terutama dalam kemampuan berhitung.
Kegiatan berhitung menggunakan media loose parts dapat dijadikan referensi dalam pengembangan kegiatan pembelajaran.