Sieradmu.com Jakarta – Keputusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat mengabulkan Gugatan Partai Prima terhadap KPU membuat atmosfir politik di Indonesia memanas. Pakar hukum Henry Indraguna menyebut amar putusan untuk tidak melaksanakan sisa pemilu 2024 selama dua ytahun dinilai keliru.

Seperti diketahui, Gugatan Partai Prima di maksud diajukan dengan dasar atau dalil pada pokoknya Partai Prima merasa dirugikan oleh KPU karena dinyatakan Tidak Memenuhi Syarat (TMS) dan tidak bisa mengikuti verifikasi faktual, sehingga kemudian dari dasar atau dalil tersebut hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat mengabulkan gugatan partai prima.

PN Jakarta Pusat menerima gugatan penggugat, Menyatakan Penggugat adalah partai politik yang dirugikan dalam verifikasi administrasi oleh Tergugat, Menyatakan Tergugat telah melakukan Perbuatan Melawan Hukum, Menghukum Tergugat membayar ganti rugi materiil sebesar lima ratus juta rupiah kepada Penggugat.

Hakim PN Jakarta Pusat lanjutnya juga menghukum Tergugat untuk tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilihan Umum 2024 sejak putusan ini diucapkan dan melaksanakan tahapan Pemilihan Umum dari awal selama lebih kurang 2 (dua ) tahun 4 (empat) bulan 7 (tujuh) hari. Menyatakan putusan perkara ini dapat dijalankan terlebih dahulu secara serta merta (uitvoerbaar bij voorraad) dan Menetapkan biaya perkara dibebankan kepada Tergugat sebesar empat ratus sepuluh ribu rupiah.

Pakar Hukum, Henry Indraguna menegaskan, Apabila dilihat dari isi amar putusan tersebut khususnya angka 5 (lima), maka sangat jelas dan terang bahwasanya amar putusan tersebut adalah amar putusan yang sangat keliru, dikarenakan gugatan Partai Prima terhadap KPU tersebut hanyalah gugatan perdata biasa, yang didasari dari adanya perbuatan KPU yang dirasa/dianggap oleh Partai Prima sebagai Perbuatan Melawan Hukum.

“Karena gugatan Partai Prima tersebut adalah gugatan perdata biasa, tentunya secara hukum yang dapat dikabulkan oleh majelis hakim pemeriksa dan pemutus perkara tersebut di dalam putusannya hanyalah sebatas apa di dalilkan oleh Partai Prima di dalam petitumnya dan tidak bisa melebih dari itu, sebab jika lebih dari itu, tentunya putusan tersebut telah melanggar asas Ultra Petita”,tegasnya.

Henry yang juga sebagai anggota Tim Ahli Hukum dan Perundangan-undangan Dewan Pertimbangan (Wantimpes) menyebut Ultra Petita sebagaimana digariskan di dalam Pasal 178 HIR berbunyi, “Ia (hakim) tidak diizinkan menjatuhkan keputusan atas perkara yang tidak digugat, atau memberikan lebih dari pada yang digugat. Lagi pula, angka 5 (lima) amar putusan tersebut seharusnya dibuat oleh majelis hakim dengan bunyi “Menghukum Tergugat untuk melakukan verifikasi ulang terhadap Penggugat atau menghukum Tergugat untuk menyatakan Penggugat telah memenuhi syarat (TMS).

“Bukan malah berbunyi “Menghukum Tergugat untuk tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilihan Umum 2024 sejak putusan ini diucapkan dan melaksanakan tahapan Pemilihan Umum dari awal selama lebih kurang 2 (dua ) tahun 4 (empat) bulan 7 (tujuh) hari,” ucap Henry.

Sebab bunyi amar putusan tersebut, nantinya sangat berpontensi menimbulkan kerugian bagi partai-partai politik lain diluar dari partai prima khususnya partai-partai politik lain yang telah dinyatakan TMS oleh KPU.

“Saya berpendapat majelis hakim telah keliru membuat putusan dalam perkara ini. Gugatan yang dilayangkan Partai Prima adalah gugatan perdata, yakni gugatan perbuatan melawan hukum biasa, bukan gugatan perbuatan melawan hukum oleh penguasa, Jika memang PN Jakpus mengabulkan gugatan Partai Prima, maka KPU harus dihukum verifikasi ulang. Hukuman ini tanpa mengganggu partai-partai lain”,pungksanya. (Nur/*)