SieradMU.com Kota – Sidang putusan kasus penganiayaan dengan terdakwa Rohmad Widodo dan Sapto Widyanarko yang digelar secara virtual berakhir ricuh. Keluarga kedua terdakwa tidak terima dengan keputusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Klaten yang mengganjar 3 bulan 15 hari terhadap keduanya karena terbukti melanggar pasal 170 Ayat 2, KUHP  yakni melakukan penganiayaan terhadap londo pencuri sepeda di Desa glodogan Kecamatan Klaten Selatan.

Informasi yang dihimpun, Sidang putusan dengan nomor perkara 206/Pid.B/2020/PN Kltn tersebut dimulai pukul 13.00 WIB. Majelis hakim membacakan sejumlah pertimbangan sebelaum menjatuhkan hukuman 3 bulan 15 hari kepada kedua terdakwa.  Setelah mendengar putusan, keluarga terdakwa yag ikut menyaksikan jalannya didang di Kejaksaan Negeri Klaten secara spontan mengatakan  tidak terima dengan hasil putusan  dan menginginkan naik banding. Meski demikian Majelis  Hakim, pengadilan Negeri Klaten memberikan waktu 7 hari untuk berfikir terlebih dahulu.

Mendengar putusan hakim yang dinilai, apparat  telah membebaskan pencuri berkeliaran dan penangkap justru dihukum 3,15 hari. Keluarga pun sontak berteriak, istri kedua tersangka menangis histeris. Ada anggota keluarga terdakwa yang sempat melempar layar monitor dan mendorong kursi  hingga jatuh.

“Biar masyarakat sendiri yang menilai, beginilah perilaku apparat penegak hokum, penangkap pencuri dijatuhi hukuman 3,15 hari sedangkan pencurinya bebas berkeliaran”,kata Danang, Kakak Kandung tedakwa.

Belum bisa menerima putusan hakim, Keluarga berencana naik banding terhadap keputusan ini dengan konsekwensi apun akan dilakukan.

Sementara itu Kepala Kejaksaaan Negeri Klaten, Edi Utama mengungkapkan seharusnya semua pihak dapat mengharmati apapun keputusan dari majelis hakim.

“Kasus ini merupakan perkara pidana biasa, bahkan tuntutan kita 6 bulan dikabulkan majelis hakim 3,15 hari”,ungkapnya.

Terkait keributan dari anggota keluarga terdakwa setelah mendengar hasil putusan, Kajari mengaku itu hal yang wajar. Dalam persidangan biasa ada pihak yang merasa aspirasinya belum dapat dipenuhi. (Nur).