Seiring semakin berkembangnya jaman, terjadi perubahan tingkah laku dan perilaku manusia dari masa ke masa. Hal ini juga merubah perkembangan system pendidikan di dunia dan di negara Indonesia khususnya. Sistem pendidikan adalah strategi atau metode yang digunakan dalam proses belajar mengajar untuk mencapai tujuan agar peserta didik dapat secara aktif mengembangkan potensi di dalam dirinya (Risdianto, 2019). Perubahan ini dapat dilihat dari perubahan sistem pendidikan yang terdiri dari pembelajran, pengajaran, kurikulum, perkembangan peserta didik, cara belajar, alat belajar, sarana dan prasarana, serta standar kompetensi kelulusan.
Lalu bagaimana menerapkan pembelajaran yang berpusat pada peserta didik? Pendidikan pada dasarnya adalah suatu usaha yang dilakukan pemerintah untuk mengubah tingkah laku seseorang. Dikutip dari laman kemendikbud bahwa di era 4.0 pendidikan sudah harus berpusat pada peserta didik dan menggunakan teknologi dalam memajukan Pendidikan di Indonesia tentunya tidak lepas dari pemikiran Ki Hajar Dewantara. Siapa yang tidak mengenal sosok Ki Hajar Dewantara? Ki Hajar Dewantara memiliki sebutan sebagai Bapak Pendidikan di Indonesia. Pemikiran-pemikiran yang digagas oleh Ki Hajar Dewantara merupakan acuan yang pemerintah gunakan untuk kemajuan Pendidikan di Indonesia.
Ki Hajar Dewantara sewaktu mudah bernama Soewardi Suryadiningrat lahir pada tanggal 2 mei 1889. Sehingga untuk memperingati jasa-jasanya dalam memajukan Pendidikan pada tanggal 2 Mei diperingati sebagai Hari Pendidikan Nasional. Semboyan yang sampai saat ini masih digunakan adalah Ing Ngarsa Sung Tuladha, Ing Madya Mangun Karsa, Tut Wuri Handayani. Ing Ngarsa Sung Tuladha artinya di depan memberi contoh. Seorang guru yang baik adalah mampu memberikan contoh yang baik untuk peserta didiknya. Ing Madya Mangun Karsa artinya di tengah harus terus-menerus membangun semangat dan ide-ide mereka untuk berkarya. Ing artinya “di”, madya memiliki arti “tengah”, mangun berarti “membangun” atau “memberikan”, dan karsa memiliki arti “semangat”, atau “niat”. Tut Wuri Handayani artinya di belakang memberikan dorongan. Semboyan Ki Hajar Dewantara ini yang kemudian memberikan kemerdekaan kepada peserta didik untuk terus belajar. Merdeka berarti peserta didik merasa bebas secara lahir maupun batin.
Guru tidak boleh memaksakan kehendaknya dan harus merubah mindset bahwa di abad ke 21 siswa adalah center nya. Seperti yang diungkapkan (Indrayani, 2019), ternyata pendidikan sampai sekarang ini hanya menekankan pada pengembangan daya cipta, dan kurang memperhatikan pengembangan olah rasa dan karsa. Jika berlanjut terus akan menjadikan manusia kurang humanis atau manusiawi. Hal ini tentunya berbanding terbalik dengan sistem Pendidikan Ki Hajar Dewantara yang menekankan kepada pengembangan daya, cipta, rasa, dan karsa. Pada perkembangannya sistem pembelajaran yang berlangsung sebenarnya telah banyak memiliki metode, model, dan media pembelajaran yang bervariasi.
Proses diskusi guna menyelesaikan masalah
Pada proses pembelajaran guru memberikan kebebasan kepada peserta didik namun masih pada harus memperhatikan kodrat mereka. Pertama kodrat alam, kedua adalah kodrat zaman. Kodrat alam berarti guru harus mendidik sesuai dengan budaya yang ada. Maksudnya, guru tidak boleh melek teknologi, abad 20 sangat berbeda perkembangan teknologi dengan abad ke 21. Kedua adalah kodrat alam, dalam proses pembelajaran guru tidak boleh meninggalkan kebudayaan dan sosio kultur lingkungan peserta didik. Peserta didik tetap harus diajarkan bagaimana menghadapi budaya dari asing dan mampu memegang teguh kebudayaan nya sendiri.
Oleh sebab itu, guru harus memfasilitasi kebutuhan peserta didik. Guru harus mampu menciptakan pembelajaran yang menyenangkan dan sebuah pemikiran kritis dari peserta didik. Guru harus mampu membimbing peserta didik dari memunculkan sebuah permasalahan dan peserta didik menyelesaikan permasalahan yang ada. Kegiatan tersebut nantinya akan memunculkan sebuah pemahaman bermakna dan mampu membangun daya piker, cipta, dan karsa sesuai pemikiran Ki Hajar Dewantara. Kemudian, penggunaan metode ceramah yang cenderung sangat sering digunakan dulu, harus guru tinggalkan dan diganti dengan sebuah project based atau case based. Itulah PR yang harus diselesaikan oleh guru selaku pendidik untuk mewujudkan pembelajaran yang berpihak pada peserta didik.
Referensi:
Indrayani, N. (2019). Sistem Among Ki Hajar Dewantara Dalam Era Revolusi Industri 4.0. Seminar Nasional Sejarah Ke 4 Jurusan Pendidikan Sejarah Universitas Negeri Padang, 384–400.
Irawati, D., Iqbal, A. M., Hasanah, A., & Arifin, B. S. (2022). Profil Pelajar Pancasila Sebagai Upaya Mewujudkan Karakter Bangsa. Edumaspul: Jurnal Pendidikan, 6(1), 1224–1238. https://doi.org/10.33487/edumaspul.v6i1.3622
Penulis: Eka Marliana Saputri | Mahasiswa PPG Prajabatan 2022 Universitas Ahmad Dahlan